Tidak Adil
Berawal dari sebuah
ketidakadilan, aku berfikir bahwa dunia adalah tempat untuk mencari
sebuah kepuasan. Langkah demi langkah yang ditempuh manusia tiada lain
untuk kesenangan tersendiri. Mereka tidak peduli akan sesama, berkuasa
di atas genangan air mata, dan menyusahkan sesama keturunan Adam.
Awalnya mereka meniru burung beo yang pandai berkata-kata sehingga
seseorang tertarik kepadanya, tapi ketika waktu berputar sedemikian
rupa, membalikan yang tak disangka, mereka seketika meniru harimau,
menunjukan bahwa dirinya lah sang penguasa. Mengaum dari dunia menuju
langit ke tujuh. Hal itu dilakukan agar rakyat jelata sembah sujud
kepadanya.
Mereka tak peduli dengan jeritan-jeritan dan
tangisan rakyat akan zaman yang semakin erat mencekik mereka. Dunia
bagi rakyat jelata seolah pohon kaktus, mereka harus tetap berdiri di
atas duri-duri yang tajam dan tangisan yang terkumpul dari awal mereka
dilahirkan bagaikan samudra, melebihi luasnya samudra Fasifik atau pun
Hindia.
Aku lihat rona wajahnya kusam kecoklatan,
banyak garis kerutan di dahinya. Mungkin mereka tak sanggup menanggung
beban yang ditimpakan dunia sehingga terhapuslah untuk menatap masa
depan.
Rabu, 25 Juni 2014
Pikiran Rakyat (Belia Cerpen), 13 Mei 2014
Juara 1 Arabic Fest 2013 (tingkat Jawa Barat dan Banten) — Essay Presentasi. UNPAD 6 November 2013
Berbicara Kemanusiaan di Timur Tengah
Oleh: Yuris Fahman Zaidan
Betapa tidak, persoalan politik memang tak usang untuk diperbincangkan. Masalahnya, politik selalu dilabeli dengan kenistaan, keburukan, dan segala hal yang berbau negatif. Dengan satu tarikan nafas, politik dengan dampak negatifnya, dirapal secara bersamaan.
Politik yang kita mengerti sekarang hanyalah politik yang menyesatkan, seperti misalnya, politik selalu lekat dengan praktik suap, kekejaman (diktatorisme), menyengsarakan, money politic, dan korupsi. Arti dari ‘politik’ sendiri sebetulnya telah diselewengkan oleh oknum-oknum yang berbuat nista demikian.
Padahal, politik mempunyai tujuan yang baik, karena mau tidak mau, manusia adalah makhluk yang berpoltik: Zoon Politicon. Artinya, manusia selamanya mempunyai kepentingan umum dan selalu saja berinteraksi dengan manusia lainnya. Dan,itulah inti dari poltik.
Oleh: Yuris Fahman Zaidan
Betapa tidak, persoalan politik memang tak usang untuk diperbincangkan. Masalahnya, politik selalu dilabeli dengan kenistaan, keburukan, dan segala hal yang berbau negatif. Dengan satu tarikan nafas, politik dengan dampak negatifnya, dirapal secara bersamaan.
Politik yang kita mengerti sekarang hanyalah politik yang menyesatkan, seperti misalnya, politik selalu lekat dengan praktik suap, kekejaman (diktatorisme), menyengsarakan, money politic, dan korupsi. Arti dari ‘politik’ sendiri sebetulnya telah diselewengkan oleh oknum-oknum yang berbuat nista demikian.
Padahal, politik mempunyai tujuan yang baik, karena mau tidak mau, manusia adalah makhluk yang berpoltik: Zoon Politicon. Artinya, manusia selamanya mempunyai kepentingan umum dan selalu saja berinteraksi dengan manusia lainnya. Dan,itulah inti dari poltik.
Pikiran Rakyat (Belia Inspirasi), 13 Agustus 2013
Lebaran bukan Sekedar Baju Baru
Berbicara tentang “sesuatu” pasti di dalamnya ada perbedaan pendapat jika dilihat dari sudut pandang perorangan. Hal ini terjadi karena sudut pandang perorangan memiliki tempat duduk yang berbeda-beda. Seperti halnya sudut pandang antara tukang kayu dan pelajar mengenai apa itu papan tulis. Kalau lah tukang kayu mengatakan bahwa yang disebut dengan papan tulis adalah suatu media untuk menghasilkan uang, akan tetapi berbeda jika itu dilihat dari sudut pandang pelajar, mereka mengatakan bahwa papan tulis adalah alat di mana dia mendapatkan ilmu oleh apa yang dituliskan gurunya di papan tulis.
Perbedaan sudut pandang ini bukan hanya ada pada papan tulis, yang dinamakan dengan sudut pandang atau persepsi kemungkinan di dalamnya ada pertentangan begitu juga mengenai lebaran yang sebentar lagi kita hadapi.
Berbicara tentang “sesuatu” pasti di dalamnya ada perbedaan pendapat jika dilihat dari sudut pandang perorangan. Hal ini terjadi karena sudut pandang perorangan memiliki tempat duduk yang berbeda-beda. Seperti halnya sudut pandang antara tukang kayu dan pelajar mengenai apa itu papan tulis. Kalau lah tukang kayu mengatakan bahwa yang disebut dengan papan tulis adalah suatu media untuk menghasilkan uang, akan tetapi berbeda jika itu dilihat dari sudut pandang pelajar, mereka mengatakan bahwa papan tulis adalah alat di mana dia mendapatkan ilmu oleh apa yang dituliskan gurunya di papan tulis.
Perbedaan sudut pandang ini bukan hanya ada pada papan tulis, yang dinamakan dengan sudut pandang atau persepsi kemungkinan di dalamnya ada pertentangan begitu juga mengenai lebaran yang sebentar lagi kita hadapi.
Pikiran Rakyat (Belia Cerpen), 09 Juli 2013
Mengenal Pengirim Tanda
Langkahku terhenti disebuah gubuk tua. Gubuk yang tak layak dijadikan tempat berteduh dari dingin yang diantarkan oleh derasnya air hujan. Kayunya lapuk dimakan usia. Aku kira jika angin besar atau gempa menimpa gubuk ini, pasti gubuk ini akan rusak. Tak terbayang rasanya jika sekarang gubuk ini rubuh, kemungkinan aku akan mati bersama puing-puing yang menimpa tubuhku.
Melihat hujan yang perlahan reda, pikiranku tertuju pada genangan air sisa hujan. Pikirku “dari mana air ini ada?”, aku terus memikirkannya. Walau pun adanya hujan itu dapat dibuktikan dengan ilmu, tapi aku masih bingung dengan barang-barang yang ada di sekelilingku. Baju, celana, gunung, sawah dan pepohonan dari mana semua ini berada? Aku bingung, ilmu pengetahuanku tak mampu untuk menafsirkan semua ini.
Setelah aku berfikir bagaimana semua ini ada, timbulah pertanyaan aku ini siapa? Kenapa aku ada? Lantas dari mana aku muncul? Walau pun aku dilahirkan dari rahim seorang ibu tapi kenapa harus aku yang ada di muka bumi ini? Lalu dari mana asal usul manusia pertama itu ada? Aku pusing dengan semua yang telah ada di bumi ini.
Langganan:
Postingan (Atom)