Rabu, 25 Juni 2014

Juara 1 Arabic Fest 2013 (tingkat Jawa Barat dan Banten) — Essay Presentasi. UNPAD 6 November 2013

Berbicara Kemanusiaan di Timur Tengah
Oleh: Yuris Fahman Zaidan

Betapa tidak, persoalan politik memang tak usang untuk diperbincangkan. Masalahnya, politik selalu dilabeli dengan kenistaan, keburukan, dan segala hal yang berbau negatif. Dengan satu tarikan nafas, politik dengan dampak negatifnya, dirapal secara bersamaan.

Politik yang kita mengerti sekarang hanyalah politik yang menyesatkan, seperti misalnya, politik selalu lekat dengan praktik suap, kekejaman (diktatorisme), menyengsarakan, money politic, dan korupsi. Arti dari ‘politik’ sendiri sebetulnya telah diselewengkan oleh oknum-oknum yang berbuat nista demikian.

Padahal, politik mempunyai tujuan yang baik, karena mau tidak mau, manusia adalah makhluk yang berpoltik: Zoon Politicon. Artinya, manusia selamanya mempunyai kepentingan umum dan selalu saja berinteraksi dengan manusia lainnya. Dan,itulah inti dari poltik.


Berhubung politik selalu lekat dengan perbuatan yang negatif, maka identiklah bahwa politik ituburuk; politik itu kejam; politik itu intrik; pun, politik adalah “poho kanu leutik”, artinya lupa terhadap orang kecil.

Namun, persoalannya menjadi sangat menarik kalau kita menilik peristiwa politik yang kini menerpa kawasan Timur Tengah. Pasalnya, sederet konflik yang kini terjadi di TimurTengah adalah efek buruk dari kinerja politik pemerintah. Itu adalah persoalan yang riil yang harus segera dicari jalan keluarnya.

Mengapa politik di Timur Tengah kini bergejolak? Lantas bagaimana peran serta politik di sana? Maka, persoalan politik dan konflik di Timur Tengah ini sangatlah perlu untuk diperbincangkan, pasalnya ini bukan hanya persoalan ras dan agama, tapi juga persoalan kemanusiaan dan kepentingan.


Latar BelakangPolitik Timur Tengah
Setelah peristiwapenyerangan WTC (World Trade Center) 11 September 2001, persoalan Islam Politikmenjadi sangat mengemuka.[1] Mengapa Islam menjadi isu dan objek pembicaraan politik dunia? Karena setelah hancurnya gedung WTC, Islam dilirik kembali sebagai garda depan politik dunia atas dua kubu besar: kapitalisme dan komunisme.

Penulis harus sebutkan realitas keislaman di belantika politik dunia, karena dimungkiri atau tidak, persoalan Timur Tengah dan segala kecamuk yang kini hadir di sana tersangkut erat dengan Islam.

Ada beberapa alasan mengapa Timur Tengah selalu identik dengan Islam. Pertama, Islam adalah agama mayoritas. Kedua, sebagaimana Islam lahir dan berawal mula di Timur Tengah, maka Islam sebagai letak geografis menjadi tepat apabila disandarkan kepada Timur Tengah.

Menurut penelusuran penulis, bahwa latar belakang politik Timur Tengah yang berkecamuk dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari unsur sejarah, maka latar belakang munculnya Islam Politik dan “sengketa” politik Timur Tengah sangatlah perlu ditinjau kembali.

Seperti uraian Deepa Kumar, Islam Politik yang menjadi perbincangan pasca peristiwa WTC, merupakan kemunculan yang spektakuler di kancah politik dunia. Apabila dulu Islam dan Timur Tengah adalah lahan yang selalu terbetot atas dua kubu politik dunia: Amerika Serikat mewakili kapitalisme dan Soviet mewakili komunisme. Maka, kini Islam dan Timur Tengah dilirik bukan hanya sebagai suplemen pelengkap dari dua kubu itu, namun Islam dan Timur Tengah sudah menjadi kekuatan yang tunggal.[2]

Maka, setelah Islam menjadi kekuatan tunggal yang tidak selalu dihubungkan dengan kubu komunisme dan kapitalisme, makarealitas Islam, khususnya Timur Tengah menjadi sasaran dan objek penekanan. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Karena Islam ditakutkan sebagai ideologiyang akan menguasai dunia ini, sehingga, banyak kubu dan ideologi lain yang menyerang Islam, khususnya Timur Tengah secara politik.

Politik kepentingandan persoalan kemanusiaan
Kendati di awal penulis sebutkan bahwa membicarakan Timur Tengah harus pula dibicarakan tentang realitas Islam Politik, namun ada persoalan yang lebih mengakar di Timur Tengah ini.

Maka dari itu, politik kepentingan menjadi amat penting. Karena, sudah semenjak mula persaingan antara dua negara adidaya: Amerika Serikat dan Soviet beserta sekutunya masing-masing menimbulkan efek yang sangat dahsyat di tatanan politik internasional.

Setelah Uni Sovietdi bawah kepemimpinan Stalin runtuh, tentunya AS dan sekutunya membabi-buta melakukan ekspansi ke negara lain. Ini berlaku juga bagi Timur Tengah. Semua konflik yang ada sekarang ditengarai adalah intrik dari negara AS dan para sekutunya.

Lihat saja, kita terlalu sering menyaksikan kebiadaban Negara Zionis Israel—yang tentunya sekutu AS—dalam penyerbuannya terhadap negara Palestina. Kemudian, belum lama berselang, AS melancarkan misi militernya ke Afganistan dan Iraq. Dengan dalih memberantas kriminalitas dan terorisme, AS menjelma menjadi negara “sok” Superior. Padahal, tiada lain ekspansi militer yang besar-besaran tersebutadalah rekayasa untuk meraup keuntungan dari sumber daya alam negara jajahannya.[3]

Hal tersebutlah yang dinamakan politik kepentingan. Dengan dalih melakukan pemberantasan terorisme, AS membenamkan kepentingannya. Mereka kuasai tambak minyak. Merekajuga menguasai aset-aset berharga milik negara ekspansinya. Ini bisa disebut penjajahan, ketimbang disebut pemberantasan terorisme.

Itu baru masalah eksternal politik Timur Tengah, belum lagi yang terkait dengan persoalan politik internalnya. Seperti yang sering kita saksikan di pelbagai media massa,bahwa beberapa bulan—bahkan tahun—terakhir terjadi kisruh akibat gejolak politik internal. Negara-negara Timur Tengah yang mengalami hal tersebut diantaranya Mesir, Libanon dan Suriah.

Negara-negara yang disebut oleh penulis di muka adalah contoh negara yang dilanda krisis berkepanjangan akibat politik internal. Dimulai dari masalah kepemimpinan yang tidak adil; kudeta militer; penindasan dan diktatorisme; juga persoalan lainnya yang mengundang sengketa dan gejolak negara.

Persoalan di atas laiknya segera diselesaikan. Karena, disadari atau tidak, sengketa dan intrik politik di Timur Tengah telah mengorbankan banyak nyawa. Di negara Mesir misalnya, ketika kudeta militer terjadi, telah mengakibatkan beberapa nyawa rakyat melayang. Belum lagi di negara lain, yang masih terkena krisis berkepanjangan akibat gejolak politiknya.

Lebih parah, kini, negara-negara Timur Tengah yang dilanda krisis akibat politik internal tersebut dihadiri oleh negara lain (AS) sebagai pihak yang mengintervensi. Seperti dilansir beberapa media massa misalkan, politik yang dimainkan oleh BasarAl-Assad, mengundang AS untuk ikut jadi “sok” Superhero. Beberapa bulan kebelakang, presiden Obama akan menyerang Suriah, karena AS menganggap Al-Assad telah melanggar Hak Asasi Manusia.

Kita, di sini menjadi bingung: mana yang salah, dan mana yang benar? Di satu sisi, HAM begitu mudahnya diklaim. Namun di sisi yang lain, ranah pelaksanaannya sungguh nihil. Apakah dengan alasan mengangkat derajat kemanusiaan, manusia yang lain boleh diperangi? Kalau memang demikian, lantas mau berapa lama lagi konflik ini berlangsung? Apakah demi politik, rakyat akan dikorbankan? Itulah sekumpulan pertanyaan yang hendaknya menjadi pemacu bagi para penggagas dan pelaksana perang antar manusia.

Oleh karena itu kita selaku umat Islam harus menganggap bahwa politik itu penting, karena dengan politik dapat merubah keterpurukan pada suatu negara itu sendiri. Politik menjadi sebuah kepentingan bagi suatu negara. Maka dengan itu, Islam haruslah mengusai politik dunia. Berhasilnya Israel menguasai Palestina itu juga tidak terlepas dari misinya yang sangat kental dengan politik. Setiap negara yang hendak menentang kekuasaan Zionis, mereka akan berusaha menundukan negara tersebut. Bagitu pun, sebuah negara yang didominasi oleh orang-orang Islam, mereka akan menghancurkan perpolitikan yang diperankan oleh umat Islam dengan berbagai cara dan strategi.

Salah satu contoh kebiadaban politik orang-orang Yahudi adalah memakai fitnah-memfitnah orang-orang yang berani melawan perpolitikannya.[4] Oleh sebab itu orang-orang Islam harus mendominasi di dunia perpolitikan, untuk menangkal politik-politik yang hendak menjatuhkannya seperti menangkal kebiadaban politik Zionisme.

[1] Deepa Kumar,Islam Politik, diterjemahkan oleh Fitri Mohan, (Yogyakarta: Resist Book,2012), hlm. 1.
[2] Ibid, hlm.50-61.
[3] Lebihlengkap lihat, Ibid, hlm. 21-22.
[4] Aceng Zakaria dan Irfan NulHakim, Studi Pemikiran Aliran-aliran Sesat dan Menyesatkan, (Garut: IbnAzka, 2012), hlm.6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar