Rabu, 25 Juni 2014

Pikiran Rakyat (Belia Cerpen), 13 Mei 2014

Tidak Adil
           
Berawal dari sebuah ketidakadilan, aku berfikir bahwa dunia adalah tempat untuk mencari sebuah kepuasan. Langkah demi langkah yang ditempuh manusia tiada lain untuk kesenangan tersendiri. Mereka tidak peduli akan sesama, berkuasa di atas genangan air mata, dan menyusahkan sesama keturunan Adam. Awalnya mereka meniru burung beo yang pandai berkata-kata sehingga seseorang tertarik kepadanya, tapi ketika waktu berputar sedemikian rupa, membalikan yang tak disangka, mereka seketika meniru harimau, menunjukan bahwa dirinya lah sang penguasa. Mengaum dari dunia menuju langit ke tujuh. Hal itu dilakukan agar rakyat jelata sembah sujud kepadanya.

Mereka tak peduli dengan jeritan-jeritan dan tangisan rakyat akan zaman yang semakin erat mencekik mereka. Dunia bagi rakyat jelata seolah pohon kaktus, mereka harus tetap berdiri di atas duri-duri yang tajam dan tangisan yang terkumpul dari awal mereka dilahirkan bagaikan samudra, melebihi luasnya samudra Fasifik atau pun Hindia.

Aku lihat rona wajahnya kusam kecoklatan, banyak garis kerutan di dahinya. Mungkin mereka tak sanggup menanggung beban yang ditimpakan dunia sehingga terhapuslah untuk menatap masa depan.



Langkahnya hanya untuk mencari sesuap nasi. Mereka tidak bisa hidup bahagia, pada matanya tergambar seluruh kesusahan yang diderita dan kedua alisnya pun hampir bertabrakan. Telapak tangannya kasar serta keringat terus keluar dari pori-pori badannya. Mereka banting tulang untuk mengganjal perutnya yang keroncongan.

Berbanding terbalik dengan orang-orang yang katanya hebat, dari lehernya ada dasi yang memanjang ke bawah. Orang-orang itu terus memandang langit tanpa mempedulikan bumi, mengejar angan-angannya dan terus mengejar. Mereka tertawa di antara sekian banyaknya tangisan.

Kalau aku dapat meminta kepada bumi “oh bumi lahap lah mereka bersama kerakusannya, seperti engkau melahap Qarun dan harta benda yang dimilikinya”. Tahu kah engkau bumi,  bahwa aku sudah tidak tahan lagi merasakan ketidakadilan yang saat ini terjadi? Walau pun siang tetap saja gelap dan aku sulit untuk melihat cahaya. Itu suratan bahwa kita tidak saling memahami.

Kita berlomba-lomba meniru Bill Gates dan setelah sepertinya kita hanya diam, kemudian bersenang-senang tanpa memepedulikan orang lain yang hidupnya seperti kucing yang selalu mencari makanan dari sisa-sisa manusia. Antara kucing dan mereka sama-sama mencari “bekas”. Sebuah hal yang hina apabila manusia disamakan dengan hewan. Tapi ya bagaimana? Itu adalah kenyataan dan kita tidak bisa membantahnya. Inilah yang terjadi, kita hanya memperhatikan diri sendiri.

Biar lah orang lain memasuki pintu misterinya masing-masing. Menggoreskan impian dengan luka dan duka, cukup dengan kata dan do’a sederhana. Mungkin orang-orang ingin hidup di langit padahal awal mula mereka menjejakan kakinya di bumi. Apakah ada yang mampu menghangatkan hati kita lagi? Bahkan matahari pun tak mampu. Aku juga meragukan bahwa waktu akan merubah semua ini.

Orang-orang berkata “manusia itu mahluk yang mulia” tapi mereka tidak tahu apa makna mulia itu. Sehingga dalam dirinya dia mengakui bahwa antara dia dengan orang lain itu sama-sama manusia tapi tidak sama. Bahkan ketidak samaannya itu lebih besar seperti lautan berbanding dengan daratan.

Aku bingung, sungguh aku benar-benar bingung sebenarnya apa yang ada di pikiran manusia? Aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Oh Tuhan, aku hanya ingin mengetahui jawaban itu dan setelah aku mengatahuinya, aku akan memberitahukannya kepada manusia kemudian menyuruh mereka menyelesaikannya.

Yuris Fahman Zaidan, kelas XII, MA Persis 03 Pameungpeuk Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar