Kamis, 28 Desember 2017

Raja Filsuf sebagai Benih Totaliterisme, Benarkah?[1]

sumber gambar: www.cartoonstock.com/
 
Oleh: Yuris Fahman Zaidan[2]

Sejak abad ke 20 Plato diserang dari berbagai arah. Dalam tradisi filsafat misalnya, Nietzche memandang Plato sebagai pemikir awal yang menyebarkan sumber nihilisme di Eropa. Sementara Heidegger meyakini Plato telah melupakan pembicaraan Ada dalam filsafat, dengan menyatakan bahwa Plato telah mengawali sejarah metafisika—sejarah kelupaan akan ada. Dan Delueze menyerang pemikiran Plato sebagai filsafat transendensi.[3]
Kritik besar-besaran pada pemikiran Plato juga bukan hanya hadir dalam tradisi filsafat. Dalam lanskap sosial-ekonomi-politik, ajaran Plato tentang Negara yang Adil pun tidak lepas dari kritikan. Adalah Karl Popper yang mengritik habis-habisan konsep Negara Adil Plato sebagai sumber dari totaliterisme. Anggapan Popper ini didasarkan pada negara yang diideal-Idealkan Plato, sebagaimana ia tulis dalam bukunya:

Sabtu, 23 Desember 2017

Jengkol Menurut Petani Jengkol

sumber gambar: komoditas.co.id
Oleh: Yuris Fahman Zaidan

Di Indonesia, jengkol telah jadi bahan makanan yang tidak asing. Beragam olahan yang terbuat dari jengkol bisa sering kita jumpai, baik di warteg atau restoran sekalipun. Jengkol merupakan sayuran yang bisa diolah menjadi beragam macam hidangan. Namun, tahukah kita bagaimana cara petani menanam bibit hingga menghasilkan biji jengkol?
Jengkol merupakan tanaman yang tumbuh subur di Indonesia. Apabila kita ingin memakannya, tinggal pergi ke pasar. Pasar-pasar di Indonesia pasti selalu memasok sayuran yang mempunyai bau khas ini. Mengingat, Indonesia merupakan kawasan yang cocok untuk ditanami jengkol.

Cak Nur dan Gagasan Masyarakat Madani


sumber gambar: beritagar.id 
Oleh: Yuris Fahman Zaidan

Bagi Cak Nur, keberhasilan Nabi hijrah ke Yastrib merupakan siasat politik yang cemerlang. Di Yastrib, Nabi bukan sekedar menjadi kepala agama tetapi beliau juga berhasil mendirikan negara dan sistem pemerintahan. Cak Nur berpandangan, peristiwa hijrah Nabi merupakan titik awal perubahan umat Islam ke arah yang lebih baik. Dari sini bisa dilihat bahwa tindakan Umar bin Khattab untuk memilih hijrah di permulaan kalender Islam—bukan pada masa kelahiran Nabi—menjadi tindakan yang benar.[1]