Di tanah seluas kurang lebih 500 Ha, terhampar perkebunan teh yang menghijau. Dahulu, saat perkebunan teh tersebut masih berada di bawah kendali R. E. Kerkhoven, akses jalan untuk sampai ke perkebunan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Ketika kita menyebutkan R. E. Kerkhoven sebagai juragan teh, maka perkebunan teh yang dimaksud tiada lain adalah perkebunan teh Gambung. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya bukti sejarah berupa pemakaman R. E. Kerkhoven sendiri di daerah Gambung
Gambung menjadi tempat strategis untuk ditanam teh. Lokasinya berada
di lereng Gunung Tilu, dihimpit oleh dua perkebunan teh: Malabar dan Patuha.
Udaranya yang segar, membuat para wisatawan—baik yang berada di daerah Bandung
atau di luar Bandung—betah berlama-lama di Gambung.
Memang benar, Gambung menyajikan banyak pesona bagi siapa saja yang
mengunjunginya. Wisatawan tidak hanya dapat memanjakan diri dengan kondisi alam di
Gambung. Di samping menikmati keindahan alam, wisatawan juga bisa menambah
dan/atau mengakses pengetahuan seputar teh dan kina di Pusat Penelitian Teh dan
Kina (PPTK) Gambung.
Berdasarkan penuturan Maman Sulaiman sebagai penanggung jawab
agrowisata di PPTK Gambung, sejarah berdirinya PPTK Gambung tidak bisa terlepas
dari perkebunan teh yang dibangun oleh R. E. Kerkhoven. Lebih jelas, lelaki paruh
baya itu mengungkapkan bahwa PPTK berdiri melalui beberapa perombakan nama.
Pada tahun 1964 namanya bukan PPTK tapi Pusat Penelitian Budidaya Teh dan Kina
(PPBTK) di bawah naungan BPUPTN. Di tahun 1973 namanya berubah lagi menjadi
Balai Penelitian Teh dan Kina (BPTK). Penamaan BPTK cukup berlangsung lama sekitar
16 tahun. Sampai pada tahun 1987 diganti lagi menjadi Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung (Puslitbun). Penamaan PPTK resmi digunakan di Gambung pada
tahun 1992 yang berlaku sampai sekarang. Walaupun di sisi lain PPTK secara
mandiri telah berdiri pada tahun 1973.
Meski dahulu perkebunan teh Gambung berada di bawah tangan orang
Belanda—R. E. Kerkhoven. Maman menegaskan dengan nada yang meyakinkan, tidak
dipungkiri jasa R. E. Kerkhoven cukup banyak dalam membangun perkebunan teh di
Gambung. Di antara jasanya adalah membangun saluran air yang dialirkan ke
perusahaan, tetapi di sisi lain disalurkan juga bagi masyarakat sekitar
perusahaan. Pembangunan jalan dari arah Ciwidey menuju Gambung juga adalah
salah satu jasa R. E. Kerkhoven yang sampai sekarang bisa dinikmati oleh
siapapun yang hendak menuju Gambung.
Namun, apabila berbicara keadaan perkebunan teh sekarang dengan
perkebunan teh masa R. E. Kerkhoven jelas berbeda. Zaman berperan besar dalam
memberikan perubahan: dimulai dari berubahnya sistem kerja para petani, kondisi
dan/atau keadaan perkebunan, serta segala hal yang berkaitan dengan perkebunan
teh Gambung.
Wisatawan yang bekunjung ke Gambung, tidak hanya bisa menikmati
keindahan alamnya saja. Tetapi mereka bisa mencermati dengan saksama bagaimana
para petani teh bekerja. Di samping itu, para wisatawan juga bisa menambah pengetahuan
mengenai teh dan kina serta sejarah perkebunan teh Gambung di perpustakaan yang
berada di Gambung. Tidak ketinggalan, pemakaman R. E. Kerkhoven beserta kedua
anaknya sendiri bisa dikunjungi secara umum. Sayang sekali, pengetahuan
masyarakat sekitar tentang sejarah perkebunan teh Gambung dan R. E. Kerkhoven
sendiri masih kurang. Bahkan ada yang sama sekali tidak mengetahui hal itu.
Bukti sejarah yang nyata—masih ada—hanya perkebunan teh Gambung dan
pemakaman R. E. Kerkhoven. Tidak seperti pemakaman K. A. R. Bosscha di
Pangalengan, pemakaman R. E. Kerkhoven berada di hutan sehingga cukup sulit
diakses dan/atau sulit terlihat karena tempatnya yang jarang dilewati oleh
orang-orang. Rumah yang dahulunya ditempati oleh R. E. Kerkhoven telah
digantikan oleh gedung PPTK yang besar. Kita hanya bisa mengetahui lokasinya
saja, rumah R. E. Kerkhoven berlokasi di tempat yang sekarang dijadikan ruangan
direktur. Ketika diwawancarai, Maman mengemukakan pendapat yang cukup menyayat
hati kita sebagai warga Indonesia “Sejarah begitu penting, namun di sini
berbeda dengan di Eropa, sejarah tidak begitu diperdulikan.”
Walaupun masyarakat Gambung kurang mengenal sejarah perkebunan teh
Gambung sendiri. Tapi tidak bisa dipungkuri bahwa pengetahuan masyarakat
sekitar mengenai pengolahan dan/atau budidaya teh berbeda jauh dengan zaman
dahulu. Mereka sudah dihadapkan pada teknologi yang mutakhir, bisa menghasilkan
jenis-jenis teh yang baru, serta mengolah teh dengan kualitas yang baik untuk
diekspor ke luar negeri.
Keberhasilan pengolahan dan produksi teh di Gambung tidak terlepas
dari adanya PPTK Gambung. Sebab selaras dengan visi PPTK Gambung yang
menyatakan keinginannya menjadi lembaga penelitian teh dan kina yang terkemuka
di Asia. Adapun misi dari PPTK Gambung adalah “menghasilkan inovasi untuk
kemajuan industri teh dan kina nasional, di antaranya dengan cara menciptakan
atau pun merekayasa teknologi-teknologi budidaya teh dan kina dimulai dengan
pengelolaan kebun yang baik dan pengolahan proses teh yang berkualitas tinggi”.
PPTK Gambung juga kerapkali menerima mahasiswa-mahasiswa yang praktek
berkaitan dengan cara pengelolaan teh dan kina. Dengan didirikannya PPTK,
Gambung menjadi sorotan sebagai perkebunan teh yang patut dicontoh dan tidak
bisa dipandang sebelah mata. Pada intinya, masyarakat sekitar dan para petani
teh sangat diuntungkan dengan kehadiran PPTK Gambung.
Sekarang, Gambung bukan sekedar perkebunan teh biasa. Kehadiran
para wisatawan yang menjadikan Gambung sebagai objek wisata, cukup berpengaruh
pada kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Ditambah lagi terdapat wahana-wahana
serta kegiatan mengasikan yang disediakan khusus oleh PPTK Gambung untuk para
wisatawan yang mengunjungi Gambung sebagai peta rekreasi mereka. Misalnya,
terdapat hamparan rumput untuk beristirahat serta menikmati pemandangan dan
udara sejuk di Gambung. Sebagai wahana rekreasi dan/atau tempat bermain
anak-anak, PPTK Gambung juga menyediakan outbond. Tidak kalah penting,
perbedaan cukup mencolok dari sekarang dan zaman dahulu adalah produksi teh.
Perkebunan teh Gambung sekarang sudah memiliki beragam jenis teh yang
diproduksi dengan label produksi ‘Gamboeng’.
Perkebunan teh Gambung memang mengalami perkembangan yang pesat
berkaitan dengan pengelolaan teh. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan
pengetahuan masyarakat mengenai sejarah perkebunan teh Gambung dan R. E.
Kerkhoven sebagai juragan teh Gambung. Hal ini membuktikan bahwa ada dua
pengetahuan yang tidak berjalan lurus dan/atau berbanding terbalik pada
masyarakat Gambung. (1) Pengetahuan mengenai pengolahan teh yang terus
meningkat. Namun di sisi lain (2) pengetahuan sejarah perkebunan teh
Gambung sendiri yang cendrung menurun dan terlupakan di kalangan masyarakat
Gambung.
keren! terimakasih ilmu dan wawasannya
BalasHapus