Berbicara faktor-faktor penentu
dinamika gerakan sosial, kita tidak bisa melepaskan diri dari empat
teori yang berkenaan dengan hal itu: political
oppurtunity structure, mobilization resource, movement framing, dan
exchange of
interest. Beranjak
dari empat faktor penentu dinamika gerakan sosial itu, penulis akan
membahas satu-persatu dari teori tersebut, walaupun tidak akan
lengkap serta mendatail. Kemudian untuk lebih memahami teori-teori
itu, penulis akan hubungkan dengan suatu studi kasus: revolusi petani
di Rusia yang dilatarbelakangi oleh kelompok Obchina sebagai gerakan
sosial petani.1
Davis S. Meyer dalam tulisannya yang
berjudul Political
Opportunity and Nested Instutions (2003:
17) menyebutkan bahwa beberapa sarjana Eropa berbeda pendapat dalam
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan political
opportunity structure.
Namun di sisi lain Meyer juga mengungkapkan bahwa ada beberapa kunci dan/atau aspek-aspek yang sama dalam memahami teori ini. Dalam tulisannya, Meyer mengutip pendapat Tarrow yang menyebutkan bahwa dalam political opportunity structure terdapat lima unsur yang saling berkaitan: tingkat keterbukaan dalam negara itu sendiri (the degree of openness in the polity), stabilitas keberpihakan politik (the stability of political anglignment), kehadiran sekutu dan kelompok dukungan—kelompok-kelompok yang mendukung—(the presence of allies and support groups), perpecahan dalam elit yang relevan dan/atau toleransi untuk protes (divisions within the relevant elite and/or its tolerance for protest), dan yang terakhir adalah adanya represi/penindasan dan fasilitasi perbedaan pendapat oleh negara (repression and fasilitasion of dissent by the state).
Namun di sisi lain Meyer juga mengungkapkan bahwa ada beberapa kunci dan/atau aspek-aspek yang sama dalam memahami teori ini. Dalam tulisannya, Meyer mengutip pendapat Tarrow yang menyebutkan bahwa dalam political opportunity structure terdapat lima unsur yang saling berkaitan: tingkat keterbukaan dalam negara itu sendiri (the degree of openness in the polity), stabilitas keberpihakan politik (the stability of political anglignment), kehadiran sekutu dan kelompok dukungan—kelompok-kelompok yang mendukung—(the presence of allies and support groups), perpecahan dalam elit yang relevan dan/atau toleransi untuk protes (divisions within the relevant elite and/or its tolerance for protest), dan yang terakhir adalah adanya represi/penindasan dan fasilitasi perbedaan pendapat oleh negara (repression and fasilitasion of dissent by the state).
Secara
sederhana, jika
kita lihat kelima unsur yang disebutkan oleh Tarrow berikut, kita
dapat mengidentifikasi bahwa political
opportunity structure
berbicara mengenai faktor eksternal yang mendorong suatu gerakan
sosial untuk bertindak dan/atau adanya dorongan dari luar. Sedangkan
dalam tesis magister Sarah Turner yang berjudul Success
in Social Movement: Looking at Constitutional-Based Demands to
Determine The Potential Success of Social Movement (2013:
5) mengutip pendapat dari Kitschelt bahwa teori ini memfokuskan
bagaimana gambaran-gambaran perpolitikan menimbulkan kesempatan,
salah satu dari keduanya dengan sadar ataupun dengan tidak sadar.
Kitschelt juga bericara bahwa political
opportunity structure memfokuskan
diri dalam suatu pandangan kepentingan yang mana para demonstran bisa
mengorganisasikan (kelompoknya) untuk melakukan aksi kolektif dan
protes-protes.
Setelah penulis kaji, ketika
dikaitkan dalam studi kasus radikalisme petani di Rusia bahwa
struktur kesempatannya muncul ketika kekaisaran Tsar
pada saat itu dalam
keadaan tidak stabil atau sedang mengalami kekacauan. Sehingga
mendorong lahirnya gerakan dari para petani atau gerakan Obchina
itu sendiri.
Kekaisaran Tsar
merupakan faktor
pendorong dari kubu luar atau eksternal. Sedangkan Obchina
merupakan suatu
organisasi yang mewadahi lahirnya pemberontakan-pemberontakan dari
para petani. Maka dari itu ketika kekaisaran Tsar
mengalami
ketidakstabilan maka Obchina
langsung bergerak
dengan pemberontakan-pemberontakan yang mengecam adanya kebijakan
yang telah ada. Kebijakan-kebijakan itu meliputi pajak yang
dibebankan pada para petani yang semakin membungbung tinggi. Jika
kita lihat dalam perspektif teori political
opportunity structure, faktor
eksternal yang berhasil mendorong Obchina dalam melakukan revolusi
adalah melemahnya kekaisaran Tsar dan juga karena peperangan antara
Rusia dengan Australia, sehingga banyak tentara yang gugur. Dan hal
itu menjadikan pertahanan Rusia melemah, yang dikemudian hari
memudahkan para petani miskin dan Obchina untuk menentang tuan tanah,
rezim Tsar dan pemerintahan Rusia saat itu (Skocpol, 1979: 138).
Keberhasilan revolusi Rusia oleh
petani miskin dan Obchina tidak hanya bisa dilihat dalam sudut
pandang teori political
opportunity structure saja.
Sebab teori ini tidak begitu saja berjalan lurus tanpa kritikan.
Teori resource
mobilization
misalnya mengkritik pandangan dari political
opportunity structure. Seperti
yang telah Bu Hilma Safiri katakan di kelas Sosiologi F angkatan
2014, bahwa orang yang telah mengerti teori political
opportunity structure harusnya
mengerti juga tentang teori resource
mobilization—kedua
teori ini saling bertentangan.
Yang paling penting dari teori
resource
mobilization
adaah mobilisasi itu sendiri. Sedangkan mobilisasi adalah proses
menciptakan suatu produk gerakan yang ditujukan kepada aktor dan
publik di luar gerakan itu (Karatzogianni, 2005: 4). Sarah Turner
(2013: 4) mengutip pandangan Jenkins yang mengatakan bahwa dasar dari
teori resource
mobilization
berada dalam teori-teori ekonomi. Turner juga mengutip pendapat
McAdams yang berpandangan bahwa sumber daya (resource)
dirujuk kedalam teori-teori yang sangat khas yang mencakup akses
kemapanan pasar dan/atau perusahaan negara. Tidak hanya itu, teori
ini juga mendominasi literatur-literatur yang berkenaan dengan
gerakan sosial, dan banyak para sarjana melihat peran dari
karakteristik organisasi dalam suatu gerakan.Secara sederhana Sarah
Turner (2013: 5) menyebutkan bahwa teori resource
mobilization
adalah tersedianya sumberdaya untuk memobilisasi individu-individu
yang ada dalam gerakan sosial tersebut. Teori resource
mobilization
bertitik tolak pada
kesuksesan gerakan itu sendiri dan tidak beranggapan bahwa
keberhasilan gerakan sosial ditentukan pada suatu kehadirian
pemimpin-pemimpin yang berkarismatik atau munculnya
kesempatan—berasal dari negara—seperti halnya pada teori
political
opportunity structure.
Dengan kata lain, Resource
Mobilization
merupakan faktor pendorong internal dimana anggota kelompok
gerakanlah yang harus menggunakan potensi-potensi yang ada dalam
kelompoknya sehinga bisa terus bertahan dan mampu untuk terus-menerus
melakukan tantangan. Sebelum melalukan gerakan pada tahun 1917 dan
revolusi yang dilakukan oleh Obchina serta para petani miskin
dikatakan berhasil. Sebenarnya pada tahun 1905 dan 1907 telah terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh mereka (Skocpol, 1979: 147). Ini
menunjukan bahwa keberhasilan gerakan sosial Obchina bukan hanya
karena faktor eksternal saja—seperti halnya dalam political
oppurtunity structure.
Tapi, pemberontakan yang terjadi sebelum tahun 1917 menunjukan
kesolidan dan/atau mobilisasi sumberdaya yang kuat dalam gerakan tu
sendiri.
Dimuka
telah dibahas dua dinamika penentu gerakan sosial: political
opportunity structure dan
resource
mobilitation. Setelah
mengkaji dua teori di atas, ternyata masih ada teori lain yang
membahas mengenai dinamika penetu gerakan sosial, namun dengan sudut
pandang yang berbeda pula. Teori tersebut adalah Movement
Framing.
Konsep dari frame
itu sendiri digunakan dalam pembelajaran gerakan sosial yang
memperoleh posisi terpenting dalam konsepsi Goffman. Bagi Goffman,
frame ditandai
sebagai “skema intrepretasi (penafsiran)” yang memungkinkan
individu “untuk menemukan, memahami, mengidentifikasi, dan label”
kejadian dalam kehidupan mereka serta dunia pada umumnya (Benford and
Snow, 2000: 614).
Dalam perspektif ini, gerakan sosial
tidak hanya dilihat sebagai pembawa ide-ide, pengaturan struktural,
atau ideologi yang terdapat di dalamnya saja. Lebih dari itu, gerakan
sosial dilihat sebagai agen yang menandakan dengan aktif dalam
produksi serta pemeliharaan unsur-unsur pokok, lawan-lawan oleh
pemerharti. Mereka sangat dikacaukan, bersama dengan kehadiran media,
pemerintahan lokal, dan negara, dalam apa yang telah ditunjuk
dan/atau disebut sebagai politik penandaan (Benford and Snow, 2000:
613). Secara khas, frame
itu sendiri dihubungkan dan/atau dibentuk bersama keluhan-keluhan
dari grup itu sendiri (Turner, 2013: 7).
Dengan kata lain, movement
framing merupakan
salah satu faktor gerakan yang membingkai suatu tuntutan agar banyak
yang berpartisipasi dalam melakukan aksi atau pemberontakan (politik
aliran). Movement
Framing bisa
diartikan juga sebagai suatu proses untuk mendefinisikan situasi
sosial yang terjadi di tengah masyarakat dalam mendorong munculnya
protes dan gerakan perlawanan. Cukupnya sumberdaya serta adanya
pengikat gerakan yakni tujuan yang sama, akan munculkan reaksi
terhadap suatu kekuatan yang mendorong perubahan sosial terjadi.
Dalam studi kasus reforma agraria di
Rusia, faktor pententu movement
framing ini muncul
ketika—katakanlah—para petani A, petani B, dan petani lainnya
diwadahi oleh Obchina.
Karena petani A,
dan petani lainnya itu memiliki pokok permasalah yang berbeda-beda,
seperti petani A menuntut pajak dihapuskan dan petani lainnya
menuntut agar kepemilikan tanah secara pribadi tetapi suatu ideologi
atau tujuan yang sama yaitu meruntuhkan rezim yang ada serta reforma
agraria. Pada akhirnya atas ideologi dan/atau bingkaian yang sejalan
antar para petani miskin tersebut, maka mereka memutuskan diri untuk
terlibat dalam Obcshina. Maka dari itu, yang Obcshina
tuntutkan tidak
lebih merupakan yang menjadi pokok masalah bersama para petani yang
tertindas.
Tiga teori penentu dinamika gerakan
sosial telah penulis bahas satu-persatu, sekarang tiba waktunya kita
akan membahas teori terakhir yang berkenaan dengan gerakan sosial:
exchange of
interests.
Sebenarnya teori yang satu ini sering disinggung jauh-jauh hari
ketika mahasiswa kelas F berdiskusi di kelas. Dengan tidak sadar
teori ini sering dibicarakan sebelum Bu Hilma Safitri menjelaskan
topik bahasan yang berkenaan dengan faktor-faktor penentu dinamika
gerakan sosial.
Tidak hanya itu, karena dalam
matakuliah Teori Sosiologi Klasik 2 (TSK 2) juga belajar mengenai
paradigma perilaku sosial yang di dalamnya mencakup teori exchange,
maka mahasiswa tidak asing lagi dengan kata “pertukaran”. Dalam
teori ini ada tiga poin yang disoroti oleh George Homan: pandangan
terhadap emergence,
psikologi, dan
metode penjelasan Durkheim (Ritzer, 2013: 74).
Namun walaupun keduanya sama-sama
memakai kata exchange,
objek pembahasannya berbeda. Maka dari itu, perlu digaris bawahi
bahwa penulis akan membahas mengenai teori exchange
of interests dalam
cakupan yang lebih spesifik: faktor penentu dinamika gerakan sosial.
Dianto Bachriadi (2012: 15) misalnya
mengutip pendapat Wolf bahwa keberhasilan kelompok atau komunitas
petani dalam merebut kekuasaan yang menghegemoninya sangat ditentukan
manakala mereka berhubugan dan/atau berkoalisi dengan pihak lain yang
ada di luar komunitasnya. Maka bisa dikatakan bahwa pertukaran
kepentingan ini adalah hal yang mendasari mereka terlibat dalam suatu
gerakan sosial.
Faktor ini merupakan faktor yang
baru muncul atau faktor pelengkap dari munculnya gerakan Obcshina
. Sebenarnya untuk
menentukan faktor ini, perlu pengkajian lebih mendalam. Namun
setidaknya penulis berusaha mengkaji bahwa dalam radikalisme petani
di Rusia, di sana terdapat pertukaran kepentingan. Semisal ketika
para petani desa yang miskin bersekutu dengan kelompok Cossacks.
Kelompok Cossacks
merupakan kelompok petani dari perbatasan atau kelompok petani lain
dari kota untuk melakukan pemberontakan-pemberontakan melawan rezim
kekaisaran. Akan tetapi pada abad akhir kedelapan belas pemerintah
Rusia telah berhasil menguasai keadaan diperbatasan dan mengangkat
kelompok Cossacks
sebagai polisi
militer (gendarmarie)
kekaisaran. Padahal pada awal kemunculannya kelompok Cossacks
ini bersekutu
dengan petani desa untuk melakukan pemberontakan kepada kekaisaran.
Akan tetapi setelah pemerintah Rusia berhasil menguasai keadaan dan
mengajak kelompok Cossacks
untuk jadi bagian
dari militer kekaisaran, tujuan dari kelompok Cossacks
pun berubah, dan
pada akhirnya mereka bergabung dengan kekaisaran menjadi bagian
kemiliteran kekaisaran (Skocpol, 1979: 137).
Daftar Pustaka:
Bachriadi, Dianto. (2012). Dari
Lokal Ke Nasional Kembali Ke Lokal : Perjuangan Hak Atas Tanah.
Bandung: ARC books.
Benford, Robert D & David A Snow.
(2000). Framing
Processes and Social Movements: An Overview and Assessment. Dalam
jurnal Annual Review
of Sociology Vol. 26, h.
611-639. Published by Annual Reviews.
Karatzogianni, Athina. (2005). Social
Movement and Sociopolitical Cyberconflicts. Manchester:
University of Nottingham.
Meyer, David S. (2003). Political
Opportunity and Nested Instutions.
Dalam Jurnal Social
Movement Studies, Vol. 2, No. 1, 2013. AS:
Carfax Publishing.
Ritzer, George. (2013). Sosiologi
Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Terj. Alimandan. DKI, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Skocpol, Theda. (1979). Negara
dan Revolusi Sosial.
DKI, Jakarta: Erlangga.
Turner, Sarah. (2013). Success
in Social Movement: Looking at Constitutional-Based Demands to
Determine The Potential Success of Social Movement. AS,
Bloomington: Indiana University.
1
Tulisan mengenai revolusi Obshina ini bisa didapatkan di buku Theoda
Skocpoll yang berjudul Negara dan Revolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar