Senin, 14 Desember 2015

Menafsir HR. Bukhari (Analisis Teori Tindakan Sosial Max Weber)

sumber gambar: wikipedia.org
Oleh: Yuris Fahman Zaidan


Dari Abu Musa Al Asy'ariy ra. berkata, Nabi Saw.bersabda: "Siapa saja dari seseorang yang memiliki seorang budak perempuan lalu dididiknya dengan sebaik-baik pendidikan, kemudian dibebaskannya lalu dinikahinya maka baginya mendapat dua pahala, dan siapa saja dari seorang hamba yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya maka baginya mendapat dua pahala." (BUKHARI - 2361)

Sebelum kita membicarakan pendidikan Islam seturut paparan hadis di atas. Alangkah baiknya kita melihat pendidikan dari berbagai tradisi. Banyak perspektif yang memberikan pandangannya mengenai pendidikan. Termasuk ilmu-ilmu kontemporer dan belum ada saat zaman Nabi Muhammad. Seperti halnya antropologi-budaya yang akan memberikan pandangannya ihwal pendidikan dengan membagi pendidikan dari segi ilmu kebudayaan.
Dalam antropologi-budaya, pendidikan terbagi ke dalam tiga tahapan: pendidikan rumah tangga, pendidikan lembaga formal, kemudian pendidikan masyarakat. Pendidikan rumah tangga terwujud dalam pola-pola relasional yang terjadi antara anggota keluarga. Dalam bentuk lembaga formal pendidikan teruwujud misalnya pada sekolah-sekolah. Sementara pendidikan masyarakat dimulai ketika seseorang menjadi anggota masyarakat dan langsung berpartisipasi di dalamnya (Gazalba, tt:14).
Sedikitnya pandangan antropologi-budaya ini memiliki pertautan dengan kaca mata Islam dalam memandang pendidikan. Islam memandang pendidikan sebagai segala usaha untuk membina kepribadian serta kemampuan jasmaniah dan ruhaniah yang terdapat dalam diri manusia. Kemudian, kemampuan tersebut diaplikasikan dalam rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Tujuannya tiada lain supaya manusia dapat mempertahankan dan mengembangkan hidupnya serta kelangsungan hidup masyarakatnya (Mattulada, 1983: 327).
Jika berpijak pada hadis riwayat Bukhari yang ditulis di awal, setiap orang diharuskan memberi pendidikan yang baik khususnya yang sesuai serta relevan dengan ajaran Islam. Penggunaan huruf dengan faa al-athaf (penghubung antar kata/konjungsi) dalam hadis tersebut,menunjukan adanya kesinambungan secara berkala. Secara tersirat, hal ini memberi arahan bahwa ketika seseorang memiliki budak maka yang mesti diutamakan pertama kali yaitu memberikan pendidikan yang baik. Konteks hadis ini bukan hanya berlaku kepada seorang pembeli hamba sahaya ketika Rasulullah masih hidup. Sebab tidak dipungkiri sampai saat sekarang, Islam sangat menjunjung tinggi pendidikan.
Dalam hadis tersebut pemaknaan pendidikan diturunkan dari kata ta’diib, yaitu derivasi dari addaba-yuaddibu yang memiliki arti memberi adab ataupun mendidik (Yunus, 2010: 37; Munawwir, 2002: 12). Secara terminologi ta’diib adalah pengenalan serta pengakuan dengan berangsur-angsur mengenai tempat-tempat yang telah Tuhan ciptakan, sehingga membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan yang dimiliki oleh-Nya. Pengertian pendidikan menggunakan kata ta’diib, berarti telah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilmu), pengajaran (ta’liim), dan pengasuhan yang baik (tarbiyyah) (Al-Attas, 1992: 66).
Selain makna ta’diib yang berarti pendidikan secara berangsur-angsur. Bagi saya hadis tersebut memiliki dua hal pokok yang harus disoroti, yaitu ‘tindakan dan tujuan’. Dalam kajian sosiologi, pembahasan tindakan dan tujuan ini salah satunya diungkapkan dalam teori tindakan sosial Max Weber. Weber membagi tipe-tipe tindakannya ke dalam empat bagian (Jones, 2010: 115). Pertama, tindakan tradisional. Dalam tindakan ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh nenek moyang, tanpa refleksi dan perencanaan yang sadar. Kedua, tindakan afektif, yaitu tindakan yang didominasi perasaan atau emosi dan tanpa diiringi perencanaan secara sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Ketiga, tindakan rasionalitas instrumental, yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan dan ketersediaan alat untuk mencapainya. Keempat, tindakan rasionalitas yang berorientasi pada nilai, yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan ketersediaan alat, untuk mencapai tujuan-tujuan yang dianggap memiliki nilai-nilai absolut. Dalam artian, tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai-nilai (absolut) estetis, etis dan keagamaan (Bachtiar, 2006: 273).
Menurut saya tujuan dan tindakan dalam hadis tersebut, mempunyai kesamaan dengan teori tindakan yang keempat: tindakan rasionalitas yang berorientasi pada nilai. Saya akan membangun serta memisahkan mana tindakan dan mana tujuan dalam hadis di atas. Pertama, tindakan yang dibicarakan dalam hadis di atas adalah “mendidik dengan pendidikan yang baik (faa addabahaa fa ahsanu ta’diibahaa), membebaskan (wa a’taqahaa), kemudian menikahi budak belian perempuan tersebut (wa tazawwajahaa)”. Kedua, tindakan-tindakan pada poin pertama akan menghasilkan tujuan berupa dua pahala (falahu ajraani): nilai-nilai yang bersifat absolut. Ketiga, sebagaimana dalam tindakan yang berorientasi pada nilai, tindakan maupun tujuan tidak terlepas dari pertimbangan dasar akan keyakinan individu atas agama yang dianutnya. Yang dikemudian hari seseorang menjadikan tindakan-tindakan tersebut—mendidik dengan pendidikan yang baik (faa addabahaa fa ahsanu ta’diibahaa), membebaskan (wa a’taqahaa), kemudian menikahi budak belian perempuan tersebut (wa tazawwajahaa)—sebagai alat untuk mencapai tujuan yang bersifat absolut: dua pahala (falahu ajraani).
Dalam konteks ini, berarti Islam menjadikan pendidikan yang baik (faa ahsanu ta’diibahaa) sebagai alat untuk mencapai tujuan atau nilai-nilai yang bersifat absolut. Maka “pendidikan yang baik” dalam hadis ini jika dilihat melalui perspektif tindakan sosial Max Weber, masuk kedalam tindakan rasionalitas yang berorientasi pada nilai.
Mendidik = tindakan sosial
Pendidikan yang baik = alat untuk mencapai tujuan
Dua pahala = tujuan yang bersifat absolut


Pendidikan yang Baik: bukan sekedar Rasionalitas yang Berorientasi pada Nilai
Sebelumnya kita sudah mengira-ngira, bahwa HR. Bukhari nomor 2361 jika dikerangkai dengan tindakan sosial Max Weber, maka masuknya kedalam tindakan rasionalitas yang berorientasi pada nilai. Namun apakah Islam hanya menempatkan pendidikan sebagai alat untuk mencapai hal-hal yang bersifat absolut saja? Apakah tidak ada tujuan lain selain mendapatkan pahala dari kegiatan mendidik itu?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, sejenak mari kita beralih pada hadis lain yang sama-sama membicarakan pendidikan. Dalam HR. Bukhari yang lain disebutkan bahwa ilmu yang harus disampaikan kepada khalayak masyarakat—pendidikan yang baik juga termasuk ke dalamnya—adalah yang datang dari al-Qur’an serta dari nabi sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam hadis di bawah ini.
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَمْرٍأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُواعَنِّي وَلَوْآيَةً وَحَدِّثُواعَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَاحَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi Saw. bersabda: "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka". (BUKHARI - 3202)
Dalam qaidah fiqhiyyah dinyatakan bahwa ‘asal dari perintah itu menunjukan wajib, kecuali ada dalil yang menyalahinya’. Hadis di atas terdapat kata ballighuu (sampaikanlah oleh kalian), sebab kata tersebut berbentuk fiil amr (kata kerja yang menunjukan perintah) maka asal dari menyampaikan risalah Rasul dan kandungan al-Qur’an itu adalah wajib sebagaimana qaidah fiqhiyyah tersebut.
Dari sini kita mulai mengetahui, ternyata pendidikan—dalam pandangan Islam—bukan hanya berelasi dengan nilai keagamaan dan penerimaan begitu saja. Dibalik semua itu ada tindakan rasionalitas instrumental, walaupun pondasi awal perintah menyampaikan risalah dari nabi adalah perintah Islam yang mutlak untuk dilaksanakan. Bagaimana hal itu bisa beralih?
Ketika perintah dari Nabi Muhammad Saw. tersebut kita amini, maka ada motif-motif atau tujuan tertentu dibalik semua itu. Pokok permasalahannya berada pada kata ballighuu, tentu kita mengetahui bahwa menyampaikan sesuatu memerlukan kepada pengikut, semakin banyak pengikut maka semakin besar pula orang-orang yang bersedia menyampaikan serta mengenalkan ajaran Islam kepada yang lainnya. Inilah yang saya sebut sebagai peralihan dari tindakan yang berorientasi pada nilai kepada tindakan sosial rasionalitas instrumental. Secara sederhana awal muncul perintah ballighuu itu semata-mata hanya perintah dari Allah SWT. melalui utusannya Muhammad. Padahal dibalik itu ada tujuan yang lainnya atas tindakan−penyebaran/penyampaian ajaran−yang terdapat dalam hadis tersebut, yaitu tujuan menyebarkan Islam lebih luas lagi. Dan tujuan ini adalah sebagai strategi politik atau kepentingan politik, tetapi di sisi lain juga sebagai hubungan individu yang berorientasi pada nilai keagamaan.

Mendidik = tindakan sosial
Ilmu atau risalah yang berasal dari Islam (Al-Qur’an dan Hadis) = alat untuk mencapai tujuan
Memperluas ajaran Islam (memperbanyak pengikut) = tujuan


Daftar Bacaan:
Al-Attas, Muhammad Naquib. (1992). Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan.
Bachtiar, Wardi. (2006). Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung.
Gazalba, Sidi. (tt).Pendidikan Islam dalam Masyarakat. Jakarta, DKI: Direktorat Penerangan Agama.
Jones, Pip. (2010). Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalisme hingga Post-Modernisme. Terj. Achmad Fedyani. Jakarta, DKI: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Mattulada, dkk. (1983). Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta, DKI: CV Rajawali Jakarta.
Munawwir, Ahmad Warson. (2002). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. Cet XXV.
Yunus, Mahmud. (2010). Kamus Arab Indonesia. Jakarta, DKI: PT. Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah.

Sumber Elektronik:
Lidwa Pustaka i-Software: Kitab 9 Imam Hadits

Maktabah Syamilah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar