Oleh: Yuris F. Zaidan
Kita sering mendengar kata Islam, bahkan Indonesia adalah salah satu negara bermayoritas Islam. Tapi yang menjadi permasalahannya, ketika kata Islam itu sering terucap dari bibir kita dan terdengar jelas lewati gendang telinga, pertanyaan terbesarnya apa yang dimaksud dengan Islam? Untuk menemukan definisi apa yang dimaksud dengan Islam, maka kita harus menggunakan takhriiral-musthalahat yaitu penegasan makna terminologis. Sebab kalaulah kita tidak sepakat dengan apa pengertian Islam, maka perbincangan mengenai Islam ini akan sulit untuk menemukan titik kesamaan ke depannya. Penegasan makna ini tidak bisa dilepaskan dari pengertian Islam secara lughawi, sebab pembentukan kata Islam itu dimulai dalam beberapa tahap.
Kata Islam tidak terlepas dari tiga huruf yaitu sin, lam dan mim yang berarti salima. Salima, adalah bentuk fiil madli ma’ruf yang menunjukan adanya waktu yang telah terjadi. Karena salima adalah bentuk lampau, kurang lebih salima diterjemahkan telah selamat.
Akan tetapi, sebenarnya kata Islam bukan diambil dari salima. Salima hanyalah kata yang maknanya berkaitan dengan Islam. Kata Islam sendiri diambil dari aslama-yuslimu-islaaman sebuah penarikan kata kerja yang tidak memiliki objek kepada kata kerja lain yang harus memiliki objek. Jadi, kalau salaman (bentuk masdar dari salima) ialah selamat, tapi kalau Islaaman (bentuk masdar dari aslama) berarti menyelamatkan. Inilah yang dimaksud dengan penarikan makna lazim kepada muta’adi. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam secara bahasa adalah menyelamatkan.
Sebenarnya banyak yang memberikan arti dari Islam baik bahasa atau istilah. Mahmud Yunus mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Islam secara lughawi adalah patuh ataupun tunduk, dengan itu beliau memberikan pengertian bahwa yang disebut Muslim adalah orang yang patuh atau menuruti suatu perintah. Penerjemahan kata Islam kalaulah dilihat dari bahasa, tergantung dari objek yang dituju. Maka dengan berbedanya pendapat mengenai Islam secara bahasa, sedikit banyaknya memengaruhi makna Islam secara terminologi.
Setelah kita memperbincangkan Islam dalam artian etimologi, yang menjadi pertanyaan selanjutnya, lantas apa definisi Islam secara terminologi? Tidak jauh berbeda dengan etimologinya, mencari kesepakatan termenologi mengenai Islam rasanya menjadi hal yang sulit. Kita dihadapkan pada banyaknya definisi mengenai Islam dan kita harus memperbandingkan satu demi satu definisi tersebut.
Athian Ali mengemukakan bahwa muslim itu adalah orang yang senantiasa tunduk, taat, patuh terhadap aturan Allah SWT. Beliau berpendapat, ketika seseorang mengaku mukmin atau muslim, maka dia akan melaksanakannya tanpa mendiskusikan atau menanyakannya lagi. Bahkan beliau memberikan pernyataan,“Kita sekarang sudah terjebak dengan hanya mendiskusikan aturan Allah daripada melaksanakannya, sehingga aturan Allah itu lebih banyak didiskusikan daripada diamalkan.”
Athian Ali juga mengatakan bahwa dalam masalah keimanan tidak mengenal istilah persentase. Hanya ada dua alternatif, terima ajaran Islam sepenuhnya atau tidak sama sekali. Ini menunjukan bahwa beliau sangat disiplin dan tegas terhadap seseorang atau kelompok yang mengaku muslim tapi tidak menjalankan apa yang telah Allah perintahkan kepada kita. Kalau meminjam istilah beliau “Apa artinya kalimat syahadat kalau kehidupan sehari-harinya lebih kafir daripada orang kafir, lebih musyrik dari orang musyrik.”
Berbeda lagi dengan apa yang telah Jalaluddin Rakhmat kemukakan, atau yang sering kita kenal dengan sebutan Kang Jalal tokoh Syi’ah terkemuka di Indonesia. Beliau mengungkapkan bahwa titik pokok Islam bukan dalam membeda-bedakan, mengkafirkan, atau menganggap orang lain bid’ah. Justru inilah yang membuat Islam sulit untuk berkembang. Kang Jalal mengungkapkan tidak seharusnya lagi Islam berselisih mengenai cara peribadatan, akan tetapi Islam harus mampu menjawab problem-problem kontemporer yang ada. Kita hanya berkutat dalam perbedaan madzhab fiqih, dan beliau mengatakan bahwa hal ini tidak lagi relevan dengan tuntutan zaman. Kita seakan lupa akan ilmu-ilmu kontemporer; ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya. Padahal hal itu berguna untuk kelangsungan umat Islam.
Jika ditinjau dalam perkembangan serta peradaban Islam, Islam tidak menutup diri akan hadirnya ilmu-ilmu politik, ekonomi, sosial, hubungan antarnegara dan lainnya. Ini terbukti ketika pada zaman Khulafaurrasyidin, pada masa itu Islam tidak tertutup pada ilmu-ilmu tersebut, bahkan Islam menggunakannya sebagai tambahan untuk mengokohkan umat Islam.
Terbukti ketika hadirnya sistem khilafah sebagai institusi politik sepeninggal Nabi Muhammad. Dalam hal ini ada dua masalah pokok. Pertama, prosedur pengangkatan mereka sebagai penggati pemimpin umat setelah nabi wafat. Kedua, wewenang dan kekuasaan yang diambil alih oleh para khalifah. Dua hal ini baik dalam al-Qur’an maupun nabi sendiri tidak pernah memberi alasan. Begitu juga dalam bidang sosial, dibangunnya lembaga-lembaga peradilan, pendidikan sehingga mengikat umat Islam pada suatu peraturan bermasyarakat. Dengan demikian, sejak zaman Khulaffaurrasyidin juga, ilmu-ilmu yang berguna untuk kebaikan bagi umat Islam sudah dipakai.
Fazlur Rahman mengatakan bahwa kita tidak usah khawatir dalam penyajian al-Qur’an apabila menggunakan pemikiran barat, memang akan terjadi sebuah penyimpangan yang telah diterima secara tradisional. Akan tetapi, resiko ini bukan seharusnya untuk dijauhi.
Bagi saya, mengkaji Islam dalam berbagai hal boleh-boleh saja. Karena itu hanyalah sebagai cangkang atau wasail. Kita mengkaji Islam bukan hanya dengan kitab gundul atau kitab kuning, semua wadah yang dapat dijadikan untuk pengkajian terhadap Islam sah-sah saja. Selama itu untuk keberlangsungan umat Islam maka kenapa tidak? Karena maqaasid itu bukan dalam bentuk ilmu-ilmu. Pada akhirnya kita bermuara pada apa yang telah Allah SWT. perintahkan dan menjauhi larangan-Nya. Seberapa keras kita mengkaji Islam dalam berbagai aspek, akhirnya kita memilih untuk mengamalkan atau tidak. Bukan berarti, ilmu dan kepintaran tidak berguna, hanya saja yang menjadi catatan ialah ‘tanggung jawab’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar