Pelampiasan Bumi terhadap Manusia
Hujan kali ini begitu deras, airnya perlahan mulai menutupi sebagian aspal jalanan. Kulihat juga orang-orang sibuk menyelamatkan diri dari dinginnya air hujan. Kala itu petir juga ikut ambil bagian untuk memberi peringatan pada manusia. Di balik jendela kelas, aku termenung melihat keadaan alam yang begitu tidak bersahabat dengan manusia. Alam seakan murka atas tingkah laku manusia yang telah merusak dirinya.
Setelah hujan mengguyur sekolah serta menyisakan genangan-genangan air di kelas. Aku pergi untuk pulang dan meninggalkan buku-buku yang tersusun rapih di depan meja guru. Kutinggalkan luka serta duka di dalamnya.
Perlahan angin mulai merayapi dinding-dinding seisi sekolah. Dinginnya merangsak masuk melalui pori-pori tubuh. Do’a serta harapan telah kupanjatkan pada Tuhan agar bumi menghentikan kekesalannya pada manusia. Tapi kurasa bumi bersekukuh untuk memberi pelajaran pada manusia. Rasanya bumi telah menyampaikan pesan pada awan supaya hujan menenggelamkan manusia-manusia yang serakah.
Beberapa menit setelah hujan terhenti, hujan kembali datang atas perintah dari awan. Di bawah pohon yang menyisakan daunnya aku disekap oleh hujan, terpaksa perjalananku menuju rumah harus tertunda.
Dingin mencekam dan suasana menakutkan itulah yang kurasakan saat itu. Penuh kewaspadaan untuk melindungi tubuh dari serangan-serangan yang dilancarkan alam. Akhirnya aku memaksakan diri untuk pulang walaupun aku sudah tau bahwa air hujan akan menjatuhi tubuhku. Dengan kaki kesemutan perlahan aku melangkah, melawan alam dengan tekad yang bulat bahwa aku bisa selamat sampai tujuan.
Ketika aku sedang berjalan dan tubuhku dibasahi hujan, terdengar remang-remang suara yang aku juga tidak tau dari mana asal suara itu. Aku diam sejenak dan mencari tau dari mana asal suara itu. Setelah aku lihat kesamping, ternyata ada penebangan pohon, katanya sih untuk proyek pembuatan perumahan baru.
Ah, ini barangkali salah satu yang membuat bumi kesal pada manusia. Manusia selalu mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak mempedulikan keadaan alam yang semakin parah. Pantesan, hari ini bumi begitu kesal soalnya penebangan pohon dan pembalakan liar terjadi dimana-dimana.
Mataku terus tertuju pada orang-orang yang menebang pohon bagi keuntungannya sendiri dengan rasa kesal yang menggebu-gebu. Tapi apa daya, aku hanya bisa menyimpan amarah itu dalam hati.
Setelah amarahku perlahan reda, aku kembali melangkahkan kakiku pada genangan air untuk mencapai tujuan. Hari ini bumi telah melampiaskan amarahnya, akan tetapi manusia masih tidak takut akan kejadian ini. Kurasa, entah itu kapan, bumi akan melenyapkan manusia-manusia yang telah merusak dirinya dan hujan air mata akan memenuhi bumi ini.
Ketika itu mungkin tanah gunung akan longsor, sinar matahari membakar kering kulit manusia dan ajal telah berada di depan mata manusia-manusia yang serakah. Lalu bumi dihiasi dengan darah merah manusia.
Itulah akhirnya yang terjadi, pengrusakan alam telah membuat bumi dalam keadaan kritis. Sekarang apa yang harus kita perbuat setelah bumi marah pada tingkah laku manusia yang membuatnya dalam keadaan kritis? Itu tugas kita dan untuk mendapatkan jawabnya terdapat pada masing-masing diri manusia.
Yuris Fahman
Zaidan/XI/MA. Persis 03 Pameungpeuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar