Ku pandang hujan di balik jendela, dengan sepotong coklat dan secangkir susu hangat yang menemaniku akan dinginnya udara luar. Sebuah sarung tipis menyelimutiku sejenak, redakan dingin dari hujan dan angin yang menyelinap masuk kedalam sela-sela rumah. Aku berusaha berinteraksi dengan alam sekitar, tetapi melalui perantara, kamar adalah perantaraku dengan alam, ku masih takut berinteraksi langsung denganmu, ku takut disiksa oleh kekejaman dari pengawalmu..
Kabut memaksa ku untuk masuk kedalam kamar bermaksud untuk menyesakan nafasku. Angin dengan kekuatan perkasanya berusaha mendobrak pintu dan melenyap habiskan isi dari kamarku. Gemuruh petir seakan-akan ingin mengiringiku ke arah kematian.
Tapi semua itu tak cukup untuk menggetarkan hatiku, ku pandang dengan mata dingin , "itu hanyalah gertak sambal biasa" ucap dalam hatiku. Ku pikir manusia lebih takut akan alam, tapi aku tidak, aku lebih takut akan Tuhan dibanding alam, Karena Tuhan selalu mengawasiku.
Seluet-seluet hitam di angkasa menatapku dengan tajam. Pohon-pohon melambai karena kesenangannya melihatku disiksa akan kesendirian. Waktu itu alam tidak bersahabat, keganasannya muncul tiba-tiba menggantikan keindahannya. Tiba-tiba terdengar suara ayah menyuruhku, menyuruh untuk ke warung. Keberanianku di coba, petir dan kawan-kawannya berkumpul ingin melenyapkan dan mentiadakanku di dunia. Biarlah jangan pikirkan itu, itukan takdir manusia dari Tuhan, kita sebagai manusia pasti tidak tau kematian akan datang atau tidak. Kaki ini ku langkahkan, hujan menembak aku dengan banyaknya, cercaan petir aku hiraukan, angin bertiup kencang ingin menjerumuskanku kedalam lubang kematian, pohon-pohon ingin mengambilku dan menyerahkanku untuk ritualnya kepada alam. Karena alamlah yang memberikan nyawa padanya. Jejak langkahku tercium oleh pengawalnya. Sambil memberontak akan kejamnya alam.
Waktu itu tidak ada satupun orang yang keluar, mereka ketakutan sambil bersembunyi di dalam rumah, yang sewaktu-waktu rumah itu rubuh akan tiupan angin kencang. Sunyi hening akan kebisingan orang bercerita. Karena ceritaan itu terkalahkan oleh ganasnya cercaan petir.
Beberapa jam kemudian, kemurkaan alam itu perlahan reda. Suara adzan shubuh memanggilku akan kesendirian dalam ketakutan. Bergegas pergi ke masjid sambil berd'oa akan kejadian malam. Murkanya alam akibat manusia. Mereka melakukan pekerjaan semaunya tanpa memikirkan dampak negativ akan rusaknya ekosistem alam. Kemaksiatan terjadi dimana-mana itulah gambaran Tuhan kepada mereka.
Bencana adalah gambaran kita pada manusia yang tidak taat pada perintah-Nya.
Sayup-sayup aku mendengar suara gerobak, entah gerobak apa itu, yang jelas aku khawatir gerobak itu diapakai untuk mengangkut kayu-kayu yang banyak dan ilegal akan keserakahan manusia.
Itulah manusia, mereka tidak merasa cukup akan kesenangan yang mereka dapat di dunia.
Mereka menebang pohon-pohon di hutan sumber kehidupan bagi binatang, ternyata balasan pasti akan datang, banjir bah terjadi karena gunung-gunung gundul akan pepohonan. Itu juga akibat dari manusia, dalang dari semua dalang.
Cahaya terang menggantikanku akan gelapnya malam. Hari yang cerah telah menunggu, menunggu akan kehadiran seorang pahlawan.
Sejenak aku berfikir dan menemukan jawabannya.
Ternyata pahlawan yang di maksud itu telah datang sebutlah oleh orang-orang di dunia dialah "Yuris Generasi Naruto Zaidan" dialah orang yang menumpas kebatilan dan memunculkan kebenaran.
TUNGGULAH AKSINYA...........!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar