Ketika bumi berputar pada porosnya dan waktu perlahan memakan sedikit-demi sedikit zaman dan kehidupan. Kau berikan sejuta janji pada kami. Janji ketentraman beribu omong kosong lainnya.
Kini di depan merah dan putih kau berjanji. Merah putih pun menjadi saksi. Tapi sekarang kau ubah merah menjadi hitam dan putih menjadi kelabu. Dulu terang, sekarang gelap gulita. Sehingga jejakmu tidak terlihat. Aku pikir penghuni gedung itu memancarkan berupa-rupa warna. Ada terang, kelabu, dan gelap. Aku khawatir gelap yang menguasai gedung, dan khawatir menjadi gedung hasil tipu. Sekarang kau ingkari di bawah kitab suci. Beribu bahkan berjuta hak orang dimakan olehmu. Kau lahap dengan kerakusanmu. Rasanya aku harus siapkan beberapa peti. Kelak nanti dewasa aku akan memasukannya kedalam peti buatanku sendiri. Di atas materai yang menurutmu berharga sekali, kau tandatangani siksa sesudah kau mati. Seharusnya kau berpikir bukan hanya tubuhmu saja yang dimandikan dan digosok oleh sabun, tapi otak dan hatimu juga. Kalau tidak bukit Golgota telah menanti atas pelampiasan masyarakat. Atau pancung segera menjatuhkan kepalamu, menjadi bola yang selalu ditendang.
Di bawah janjimu aku bersaksi, bahwa kau sama rendahnya dengan kucing yang selalu mencuri ikan dirumahku. Sekarang terserah kau, kau pilih hitam atau putih yang akan kau jejaki. Aku sudah muak dengan tingkah lakumu. Biarlah waktu yang akan menjawab, murka Tuhan yang akan membalas. Kini kau senang, tapi nanti kau sengsara. Dunia hanyalah permainan. Mungkin kau anggap Tuhan telah mati. Sehingga kau bertindak sesuka hati. Sekarang api membara didada, menuntut pembalasan dan pertanggung jawaban. Lihat saja nanti waktunya tiba Api akan melahapmu.
Kau akan dikurung disebuah pagoda lalu tubuhmu menjadi batu seperti patung budha, dan abumu dihanyutkan ke sungai Gangga dengan berjuta benci yang ada.
Tiba lah riwayatmu tamat, segala tipu muslihatmu terbongkar. Menjadikan saksi sebagai siksaan.
Sekarang cambukku selalu mewarnai merah tubuhmu. Ungu selalu mendarat dimukamu. Bersama cerca dan air ludah yang kau dapat. Kau tidak akan lepas dari siksa ini. Kini kau berada disemua tempat penyiksaan. Potongan tubuhmu dijadikan permainan. Lengkaplah penyiksaan.
(Suara rakyat kecil)
Yang menuntut keadilan dan mencoba membangun lagi benteng yang rubuh dalam keadilan.
Kamis, 09 Juni 2011
Jumat, 03 Juni 2011
Pembalasan
Jika seluruh samudra tumpah ruah ke daratan
Kegelapan dalam ketakutan tidak bisa di bayangkan
Tinta hitam yang jatuh dari awan balasan kedurhakaan
Gunung es yang berada di utara dan selatan meleleh
Itu akibat ajakan kerjasama dari matahari
Hari itu membawa kita pada hitam atau putih
Lambang dari penyiksaan atau kebebasan
Biarlah, waktunya kita akan di timbang
Dengan keadilan sepenuh-penuhnya
Bukan dengan kedustaan yang selama ini kita lihat
Mungkin, kita akan di golakan
Atau mungkin kita akan di bebaskan kedalam keindahan
Ketika orang berkuasa,dan menyiksa
Maka bukit Golgotalah, tempat yang orang ingin berikan padanya
Terdengar sayup orang-orang meneriakan nama Tuhan
Kini tobatmu sia-sia
Karena nyawa sudah berada di kerongkongan
Kegelapan dalam ketakutan tidak bisa di bayangkan
Tinta hitam yang jatuh dari awan balasan kedurhakaan
Gunung es yang berada di utara dan selatan meleleh
Itu akibat ajakan kerjasama dari matahari
Hari itu membawa kita pada hitam atau putih
Lambang dari penyiksaan atau kebebasan
Biarlah, waktunya kita akan di timbang
Dengan keadilan sepenuh-penuhnya
Bukan dengan kedustaan yang selama ini kita lihat
Mungkin, kita akan di golakan
Atau mungkin kita akan di bebaskan kedalam keindahan
Ketika orang berkuasa,dan menyiksa
Maka bukit Golgotalah, tempat yang orang ingin berikan padanya
Terdengar sayup orang-orang meneriakan nama Tuhan
Kini tobatmu sia-sia
Karena nyawa sudah berada di kerongkongan
Riso (Part I)
Riso adalah seorang anak dari putra pengembala yaitu Rouro, dan ibunya yang bernama Villa. Anak yang di sebut pejuang oleh ayahnya itu berharap menjadi orang yang di butuhkan oleh dunia. Riso adalah anak yang di lahirkan disebuah gua, karena pada waktu itu Rouro dan Villa tidak di restui untuk menikah oleh kedua orang tuanya masing-masing.
Maka dari itu mereka berdua memutuskan untuk kawin lari, dan hidup bahagia di sebuah gua. Ketika ayahnya berburu hewan dengan tombak runcing di tangan kanannyadan berharap mendapat buruan yang bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, tiba-tiba seekor harimau menerkamnya dari arah belakang, dan seketika Rouro tewas di tempat. Tubuhnya pun rusak karena di cabik dan di makan oleh harimau itu, hanya kepala dan tulang belulang yang tersisa dari jasadnya.
Riso dan ibunya menanti-nanti kepulangan sang ayah, dan berpikir membawa rusa yang besar untuk di masak.
Tapi sesudah satu hari Rouro belum juga pulang, Riso dan ibunya terus menanti kepulangannya, sambil memanen ubi dari jerih payahnya untuk keluarga. Ketika Riso mencari kayu bakar di hutan, dia menemukan banyak darah dari kayu-kayu yang di pungutinya, dan mencari dari mana asal darah itu. Riso pun perlahan berjalan ke arah semak-semak, ketika Riso membuka semak itu, Riso menemukan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa ayahnya telah mati dimakan oleh hewan buas. Riso pun memunguti tulang belulang ayahnya dan membawa satu-satunya jasad yang utuh yaitu kepala ayahnya. "Ayah", ucap Riso sambil memunguti tulangnya. Riso ingin menangis tetapi Riso ingat perkataan ayahnya bahwa dia harus jadi anak yang kuat.
Ibunya pun menunggu-nunggu kepulangan Riso, dan berharap membawa kayu bakar untuk memasak ubi yang telah di panen pagi tadi. "Riso......Riso...... ayo cepat kesini, kita pasak hasil ubi kita". Riso berjalan dengan kepala menunduk.
"Riso kenapa kamu ?" tanya Villa. Riso menjawab "ayah telah mati". Jawab sambil sedih tetapi Riso tidak menangis.
"Ini bu, ini kepala ayah dan ini tulang belulangnya, dia di makan oleh hewan buas". Villa pun menangis dengan histeris akan kematian Rouro yang tidak layak. "Aku tidak bisa hidup tanpamu", berteriak sambil memegang tulang Rouro.
"Ayo bu, kita tidak boleh sedih, itu adalah takdir" ucap Riso. Ibunya pun bisa di bujuk agar tidak menangis dan bersedih lagi. "Ayo bu, mari kita bersama-sama memakamkan jasad ayah". "Iya" ucap Villa pada Riso dengan muka yang sedih.
Selepas mereka berdua memakamkan Rouro, mereka kembali ke rumah dan memasak ubi untuk makan. Ketika malam tiba dan Riso pun sudah tidur. Villa memutuskan untuk bunuh diri, karena dia tidak mampu untuk hidup tanpa Rouro. Dan Villa mengikatkan seutas tali pada lehernya, lalu menggantungkannya pada ranting atas pohon depan rumah. Pagi pun tiba matahari perlahan terbit dari ufuk timur. "Ibu...Ibu..., aku mau makan" memanggil Villa yang tak kunjung datang. Ketika Riso membuka pintu, Riso melihat ibunya mati dengan gantung diri, Villa pun mati dengan tidak layak seperti Rouro. "Ibu, kenapa ibu lakukan semua ini, kini aku hidup sendiri" berbicara sambil menatap muka Villa. Riso pun sedih tapi tidak ada setetes air mata yang keluar dari matanya. Lalu Riso membawa Villa dan menguburkan Villa di samping kuburan Rouro.
Kini Riso hidup sendiri, berburu sendiri, tanpa bantuan orang, walau pun umur Riso masih 10 tahun.
Sesudah 2 tahun kematian ayah dan ibunya, dan kini Riso sekarang berumur 12 tahun. Riso bersiap pergi ke kota, untuk mengadu nasib. Dan berharap nasibnya lebih baik dari sekarang.
Sebelum Riso meninggalkan rumahnya, rumah yang berada di samping gua tempat ia di lahirkan. Riso menaburkan bunga, di atas kuburan ayah dan ibunya. "Selamat tinggal" ucap Riso sambil memeluk nisan ayah dan ibunya.
Setelah Riso meninggalkan rumah dan kuburan orang tuanya, kira-kira sejauh 30 km. Riso bertemu dengan seorang pedagang sayuran, dan Riso berkata "Pak, apakah boleh aku bantu bapak,dan menjadi karyawan bapak, soal gaji itu urusan belakangan". Bapak itu menatap Riso yang memakai baju compang camping. "Boleh, boleh ini sekarang kamu bawa dan jual sayuran keliling ke desa-desa atau kampung-kampung" ucap si bapak sambil kasihan melihat Riso. "Oh, iya pak" ucap Riso. "Hasilnya kita bagi dua" kata si bapak sembari memegang tomat. "Iya, siap pak" ucap Riso senang, karenadia sudah menemukan pekerjaan dan bisa mencari uang sendiri. Walau pun pekerjaan yang cape, dan tidak sebanding dengan uang yang ia dapatkan.
Ketika Riso berkeliling ke kampung-kampung dan menawarkan sayurannya. Riso bertemu dengan seorang pegulat, yang bernama Ismal. Dia terkenal dengan kekuatan bertarung yang tak pernah terkalahkan. Orang-orang pun tidak ada yang berani bertarung dengan Ismal. Orang-orang memanggilnya dengan julukan "si Pukulan Gorila", karena pukulan Ismal mematikan sama halnya dengan pukulan gorila besar. Bahkan ismal telah membunuh 30 orang dengan pukulannya itu.
"Pak, mau beli sayuran saya gak?" Riso menawarkan sayuran sambil memberi senyum. "Tidak, tapi saya akan minta sayuran kamu, kalau tidak kamu akan mati oleh pukulanku" ucap Ismal sembari mengepalkan tangannya.
"Pak tapi kan saya menjual bukan untuk di pinta" bentak Riso.
Ismal pun tidak bisa menahan emosinya lagi, dan dia juga terkenal sebagai orang tempramen. Ketika Riso membentak, Ismal langsung memukul muka Riso, dan hidung Riso berdarah. Tetapi Riso tidak takut walau pun Ismal seorang petarung yang tak terkalahkan.
Terjadilah pertarungan sengit. Dan ternyata di menangkan oleh Riso. Riso pun menjadi percaya diri bahwa dia adalah lelaki kuatseperti apa yang di katakan ayahnya. Tetapi dia menyadari bahwa kekuatan atau kekerasan bukanlah jalan dari permasalahan. Setelah bertarung dengan Ismal, Riso melanjutkan berdagang sayurannya. Dan orang-orang yang melihat pertarungan mereka terkejut bahwa ismal si pukulan gorila yang berumur 29 tahun, terkalahkan oleh penjual sayuran yang tidak jelas asal-usulnya dari mana, dan terlihat masih muda. Karena orang-orang tidak mengenal berapa umur Riso.[]
Maka dari itu mereka berdua memutuskan untuk kawin lari, dan hidup bahagia di sebuah gua. Ketika ayahnya berburu hewan dengan tombak runcing di tangan kanannyadan berharap mendapat buruan yang bisa memenuhi kebutuhan keluarganya, tiba-tiba seekor harimau menerkamnya dari arah belakang, dan seketika Rouro tewas di tempat. Tubuhnya pun rusak karena di cabik dan di makan oleh harimau itu, hanya kepala dan tulang belulang yang tersisa dari jasadnya.
Riso dan ibunya menanti-nanti kepulangan sang ayah, dan berpikir membawa rusa yang besar untuk di masak.
Tapi sesudah satu hari Rouro belum juga pulang, Riso dan ibunya terus menanti kepulangannya, sambil memanen ubi dari jerih payahnya untuk keluarga. Ketika Riso mencari kayu bakar di hutan, dia menemukan banyak darah dari kayu-kayu yang di pungutinya, dan mencari dari mana asal darah itu. Riso pun perlahan berjalan ke arah semak-semak, ketika Riso membuka semak itu, Riso menemukan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa ayahnya telah mati dimakan oleh hewan buas. Riso pun memunguti tulang belulang ayahnya dan membawa satu-satunya jasad yang utuh yaitu kepala ayahnya. "Ayah", ucap Riso sambil memunguti tulangnya. Riso ingin menangis tetapi Riso ingat perkataan ayahnya bahwa dia harus jadi anak yang kuat.
Ibunya pun menunggu-nunggu kepulangan Riso, dan berharap membawa kayu bakar untuk memasak ubi yang telah di panen pagi tadi. "Riso......Riso...... ayo cepat kesini, kita pasak hasil ubi kita". Riso berjalan dengan kepala menunduk.
"Riso kenapa kamu ?" tanya Villa. Riso menjawab "ayah telah mati". Jawab sambil sedih tetapi Riso tidak menangis.
"Ini bu, ini kepala ayah dan ini tulang belulangnya, dia di makan oleh hewan buas". Villa pun menangis dengan histeris akan kematian Rouro yang tidak layak. "Aku tidak bisa hidup tanpamu", berteriak sambil memegang tulang Rouro.
"Ayo bu, kita tidak boleh sedih, itu adalah takdir" ucap Riso. Ibunya pun bisa di bujuk agar tidak menangis dan bersedih lagi. "Ayo bu, mari kita bersama-sama memakamkan jasad ayah". "Iya" ucap Villa pada Riso dengan muka yang sedih.
Selepas mereka berdua memakamkan Rouro, mereka kembali ke rumah dan memasak ubi untuk makan. Ketika malam tiba dan Riso pun sudah tidur. Villa memutuskan untuk bunuh diri, karena dia tidak mampu untuk hidup tanpa Rouro. Dan Villa mengikatkan seutas tali pada lehernya, lalu menggantungkannya pada ranting atas pohon depan rumah. Pagi pun tiba matahari perlahan terbit dari ufuk timur. "Ibu...Ibu..., aku mau makan" memanggil Villa yang tak kunjung datang. Ketika Riso membuka pintu, Riso melihat ibunya mati dengan gantung diri, Villa pun mati dengan tidak layak seperti Rouro. "Ibu, kenapa ibu lakukan semua ini, kini aku hidup sendiri" berbicara sambil menatap muka Villa. Riso pun sedih tapi tidak ada setetes air mata yang keluar dari matanya. Lalu Riso membawa Villa dan menguburkan Villa di samping kuburan Rouro.
Kini Riso hidup sendiri, berburu sendiri, tanpa bantuan orang, walau pun umur Riso masih 10 tahun.
Sesudah 2 tahun kematian ayah dan ibunya, dan kini Riso sekarang berumur 12 tahun. Riso bersiap pergi ke kota, untuk mengadu nasib. Dan berharap nasibnya lebih baik dari sekarang.
Sebelum Riso meninggalkan rumahnya, rumah yang berada di samping gua tempat ia di lahirkan. Riso menaburkan bunga, di atas kuburan ayah dan ibunya. "Selamat tinggal" ucap Riso sambil memeluk nisan ayah dan ibunya.
Setelah Riso meninggalkan rumah dan kuburan orang tuanya, kira-kira sejauh 30 km. Riso bertemu dengan seorang pedagang sayuran, dan Riso berkata "Pak, apakah boleh aku bantu bapak,dan menjadi karyawan bapak, soal gaji itu urusan belakangan". Bapak itu menatap Riso yang memakai baju compang camping. "Boleh, boleh ini sekarang kamu bawa dan jual sayuran keliling ke desa-desa atau kampung-kampung" ucap si bapak sambil kasihan melihat Riso. "Oh, iya pak" ucap Riso. "Hasilnya kita bagi dua" kata si bapak sembari memegang tomat. "Iya, siap pak" ucap Riso senang, karenadia sudah menemukan pekerjaan dan bisa mencari uang sendiri. Walau pun pekerjaan yang cape, dan tidak sebanding dengan uang yang ia dapatkan.
Ketika Riso berkeliling ke kampung-kampung dan menawarkan sayurannya. Riso bertemu dengan seorang pegulat, yang bernama Ismal. Dia terkenal dengan kekuatan bertarung yang tak pernah terkalahkan. Orang-orang pun tidak ada yang berani bertarung dengan Ismal. Orang-orang memanggilnya dengan julukan "si Pukulan Gorila", karena pukulan Ismal mematikan sama halnya dengan pukulan gorila besar. Bahkan ismal telah membunuh 30 orang dengan pukulannya itu.
"Pak, mau beli sayuran saya gak?" Riso menawarkan sayuran sambil memberi senyum. "Tidak, tapi saya akan minta sayuran kamu, kalau tidak kamu akan mati oleh pukulanku" ucap Ismal sembari mengepalkan tangannya.
"Pak tapi kan saya menjual bukan untuk di pinta" bentak Riso.
Ismal pun tidak bisa menahan emosinya lagi, dan dia juga terkenal sebagai orang tempramen. Ketika Riso membentak, Ismal langsung memukul muka Riso, dan hidung Riso berdarah. Tetapi Riso tidak takut walau pun Ismal seorang petarung yang tak terkalahkan.
Terjadilah pertarungan sengit. Dan ternyata di menangkan oleh Riso. Riso pun menjadi percaya diri bahwa dia adalah lelaki kuatseperti apa yang di katakan ayahnya. Tetapi dia menyadari bahwa kekuatan atau kekerasan bukanlah jalan dari permasalahan. Setelah bertarung dengan Ismal, Riso melanjutkan berdagang sayurannya. Dan orang-orang yang melihat pertarungan mereka terkejut bahwa ismal si pukulan gorila yang berumur 29 tahun, terkalahkan oleh penjual sayuran yang tidak jelas asal-usulnya dari mana, dan terlihat masih muda. Karena orang-orang tidak mengenal berapa umur Riso.[]
Langganan:
Postingan (Atom)